Sukses Instan

Rabu, 23 Juni 2010

Di dunia modern ini apa sih yang lama? hampir ga ada. Mulai dari mie rebus, sampe buat KTP juga sekarang cepet. Sama halnya dengan menanak nasi, jaman bakhelak itu adalah hal yang sulit, butuh keahlian tinggi, dan memakan waktu, tetapi nasi yang dihasilkan lebih banyak yang dibuang karena banyak keraknya. Bandingkan dengan jaman sekarang, ada teknologi untuk menanak sekaligus memasak nasi, orang-orang nyebutnya Rice Cooker (gak beda arti sama 'penanak nasi' sebenarnya, hanya karena berbahasa Inggris jadi sebutannya menjadi lebih modern dan trendy di mata orang-orang). Nah, dengan alat ini nih, nasi gampang mateng, enak, pulen, dan bisa dimakan hingga tetes terakhir karena tidak ada keraknya, sungguh berguna alat ini.

Gak cuma Rice cooker, hampir semua sekarang jadi mudah dilakukan. sampai-sampai sukses pun bisa jadi mudah, semudah merebus mi instan. hal ini saya sadari ketika minggu ini, secara tak sengaja, saya melihat dua buah metode, yang pertama adalah metode untuk mengaktifkan otak tengah yang dipercaya mampu meningkatkan daya belajar, kecerdasan, logika, dan ujung-ujungnya mengarah ke kesuksesan, yang kedua adalah tawaran sebuah sekolah film  dari seseorang filmmaker luar negeri entah siapa namanya yang konon katanya, nih sekolah film lah yang membuat quentin tarantino menjadi filmmaker kondang nan sukses. Dari kedua metode ini ada dua kesamaan, sama-sama ditempuh hanya dalam DUA HARI, dan sama-sama dikenakan biaya lima juta rupiah.

DUA HARI.
"buat apa menghabiskan 4 tahun di akademi film jika dalam dua hari anda bisa sukses menjadi sutradara, produser, atau penulis naskah?"
barusan itu tagline si sekolah film.
"aktifkan otak tengah anda dalam dua hari dan rasakan manfaatnya seumur hidup"
yang ini tagline si otak tengah.

Sebenernya sih ga ada yang salah dengan dua hari, tapi itu terlalu cepat rasanya. Bahkan jika ingin dibandingkan dengan kepercayaan tertentu, Tuhan saja menciptakan dunia ini dalam enam hari, terus kok bisa-bisanya kita dijamin sukses dalam dua hari? Separah apapun juga jadwal dibuat tetap saja judulnya hanya dua hari. jika dihitung lebih jauh, dua hari itu 48 jam, sedang kegiatan paling parah dimulai jam 8 berakhir jam 5 dengan istirahat 1 jam, berarti 8 jam efektif dalam 1 hari, 16 jam total dalam dua hari. itu pun belum termasuk waktu yang tak sengaja diisi dengan bengong di kelas, atau izin ke kamar kecil karena mules-mules, atau ngangkat telepon dari nenek di kampung, atau hilang konsentrasi gara-gara ngeliatin pembawa materi yang rupanya seorang pria tampan nan modis (dan lupa akan kemungkinan bahwa pria itu gay). Terlalu kilat dan instan.

Perlu kita ingat-ingat lagi bahwa yang instan itu tidak baik. Tau mie instan? tau dong, sangat  terbelakang jika tidak tau. Mie instan itu enak dan gurih, tetapi jika terlalu doyan dengan makanan ini akan menimbulkan efek-efek berbahaya seperti terganggunya sistem pencernaan, terutama lambung. MSG berlebihan dari bumbu mie akan melukai lambung anda (Maaf ini tidak akurat, saya hanya mengira-ngira). Belum lagi efek lain seperti kurang gizi, badan kurus kering, dan keterbelakangan otak. Bahkan, salah seorang senior saya dulu di SD meninggal karena mengonsumsi mie instan secara berlebihan dan tanpa pengawasan. Kembali ke topik mengenai kesuksesan, yang instan juga lebih banyak mudarat daripada manfaat. butuh bukti? coba ingat lagi tentang Akademi Fantasi Indosiar yang merubah nasib seorang Fery anak Medan secara instan-- mendadak selebritis. pada waktu itu Fery jadi obrolan publik, semua orang tampaknya tau, tapi sekarang? batang hidung hilang, bahkan bau kentutnya pun tak ada (kalau ada mungkin malah jadi bahan hujatan). Sumber lain malah menyebutkan, finalis-finalis AFI sekarang hidup terbelit hutang akibat ngirim SMS dukungan hingga biayanya mencapai ratusan juta. apanya yang sukses?

Oke pembicaraan melenceng jauh jadi lebih baik kembali pada dua metode yang tadi. aktivasi otak tengah mungkin memang bisa mencerdaskan otak, tapi otak bukan jaminan kesuksesan. terlalu pintar dan kurang pergaulan contohnya, malah menghancurkan hidup. bahkan jika seorang ayah memaksa anaknya ikut metode itu pun, yang ada hanyalah usaha sia-sia jika si anak tidak punya motivasi. beralih ke sekolah film kilat (macem pesantren kilat), dua hari otak dikejutkan dengan permasalahan film, mulai dari mikirin ide sampe distribusiin film. dua hari kelar. hari ketiga langsung jadi sutradara, ngambil novel Edensor dan langsung nulis script berdasarkan novel itu, mau ngalah-ngalahin Riri Rija mungkin. Belom apa-apa langsung berasa hebat dan populer. ini berbahaya, seperti kata om Alex yang kurang lebih seperti ini 'yang berbahaya adalah terbentuknya mental-mental selebritis di kalangan para pemula di bidang film'. siapa itu om Alex, kapan-kapan dijelaskan, nanti bisa melenceng lebih jauh. iming-iming kesuksesan mampu membawa pemula naik ke atas awan kinton, belum apa-apa sudah berasa sukses, padahal masih jauh.

Benda apa mungkin boleh dibuat instan, tapi kalo kesuksesan instan itu cuma mukjizat, hanya sebagian kecil orang yang mendapatkannya, jadi jangan terlalu berharap. lagipula, sesuatu yang lebih berkelit-kelit untuk dicapai memberikan kepuasan yang lebih. buat saya, sukses itu tidak afdol kalau sudah dijamin lewat jalan instan, tapi kalo mendadak nasib berubah sih beda cerita. ya.. intinya sih jalanin aja semua pake semangat! yeah!

*tambahan dikit, masalah biayanya itu loh, kan lima juta buat 2 hari doang. kalau gue udah sanggup nyediain duit segitu untuk 2 hari doang mah itu namanya gue udah terbilang sukses, gimana dah -___-*

Idealis?

Sabtu, 19 Juni 2010

Idealisme, sebuah kata yang terus dielu-elukan mahasiswa-mahasiswa di seluruh dunia, khususnya Indonesia tanah tercinta.
Idealisme, sebuah konsep yang (katanya) menjadi dasar yang mutlak ada di setiap pola pikir manusia-manusia yang menyebut dirinya mahasiswa.
Idealisme, sebuah paham yang tidak saya pahami.

Idealisme n 1 aliran dl ilmu filsafat yg menganggap pikiran atau cita-cita sbg satu-satunya hal yg benar yg dapat dirasakan dan dipahami ; 2 hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yang dianggap sempurna
(disadur dari Kamus Besar Bahasa Indonesia cetakan taun jebot)

?

tetap menyisakan tanda tanya, saya tetap tidak mengerti.

MONO-gami

Selasa, 01 Juni 2010

Cacing lahir bisa dari mana saja. Baik dari kemaluan ibu atau bapaknya, tak ada beda sebenarnya, kemaluan mereka sama tak berbentuknya. Bahkan mereka bisa lahir tanpa sengaja, ketika ekor ibu atau bapaknya mendadak tercincang-cincang alam *entah bagaimana itu caranya*, potongan ekor terlepas dan tak sengaja jadi jiwa yang baru. Kelahiran mereka tak jadi masalah dunia, beda dengan manusia yang ketika anak lahir tanpa bapak akan menghancurkan hidup si anak tadi. Entah ibu cacing beranak entah tidak, tidak jadi masalah baginya. Intinya, berkembang biak hanyalah salah satu ciri kehidupan yang tanpa sengaja terjadi bagi mereka, ibarat ngupil bagi kita para manusia *manusia mana yang tak pernah mengupil?*.

Sayangnya kebebasan berkembang biak bagi mereka tak pernah jadi jalan tol untuk menuju kebebasan dalam bercinta. Kalau kita melihat diri kita sendiri, selalu terpikir-pikir keadaan 'manusiawi', dalam artian ketidakmampuan menahan hawa nafsu birahi. "Namanya juga manusia, hehehe, manusiawi-lah..," kata-kata standar. Andaikan kita bisa memotong kaki sendiri dan membiarkan kaki itu tumbuh jadi manusia yang kembar dengan kita *mungkin akan muncul peraturan bahwa ini hanya boleh dilakukan oleh Paus untuk terus memimpin Vatikan dengan kebijakannya, misalnya*, atau andaikan laki-laki mampu melahirkan tak ubahnya perempuan, atau andaikan jiwa baru bisa langsung hidup dan mencari makan, bisa dibayangkan bercinta sama lumrahnya seperti mengupil, hanya perlu ditutup dengan tangan atau tisu tepat di bagian lubang, maka semua akan aman dan terkendali. Poligami gak perlu lagi diperbincangkan, diperdebatkan, dielu-elukan, kalau memang mau kawin ya hajar aja *satu lelaki 10 wanita juga bisa*. Tak perlu lagi kesetiaan, apalagi cinta.
Tetapi kehidupan cacing tak akan menjadi seliar itu. Ya, sebagian besar cacing memang menjadi seliar itu, tapi tidak untuk sebagian kecilnya.

Kenyataan mengatakan bahwa untuk sebuah spesies tertentu, ketika cacing mulai bercinta, tubuh mereka akan melebur jadi satu, dan tak terpisahkan selamanya. Kenyataan mengatakan bahwa, dengan meleburnya mereka, mereka tidak mungkin jadi liar dan menganggap bercinta = ngupil. Kenyataan mengatakan bahwa mereka tak mungkin berpoligami, bahkan disebut setia juga rasanya sangat tidak pas. Kenyataan mengatakan bahwa istilah paling pas untuk menggambarkan mereka adalah monogami 'sekali kawin'.

Jangan bayangkan tentang kondisi manusia yang bisa jadi seperti si cacing. Cukuplah bersyukur perdebatan poligami hanya jalan di tempat, jadi manusia masih bisa berpoligami selama ia nekat.

*tapi yang punya blog ga mau dipoligami. awas kalo nekat

cacing yang dimaksud adalah Diplozoon paradoxum. 
spesies ini menemukan pasangan hidup di waktu muda, menikah, dan terus nempel hingga tua